Antara Gaya Hidup dan Penegakan Hukum: Jurnalis dalam Era Korupsi dan Hedonisme

News

Antara Gaya Hidup dan Penegakan Hukum: Jurnalis dalam Era Korupsi dan Hedonisme

Minggu, 31 Maret 2024, Maret 31, 2024

"Jika Anda harus melanggar hukum, lakukanlah untuk merampas kekuasaan yang korup..." (Julius Caesar, Pemimpin Militer dari Romawi).

CNNRIAU.COM, PEKANBARU - Tanggal 29 yang hanya muncul sekali dalam lima tahun di bulan Februari menjadi catatan manis politik di Regional-Riau pada tahun ini.

Bagi SF Haryanto, seorang birokrat, Kamis nan indah itu adalah hari keberuntungan ketika Mendagri, Tito Karnavian, melantiknya sebagai Pejabat Gubernur Riau. Acara pelantikan di Gedung Sasana Bhakti Praja, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) itu tidak hanya menyentakkan banyak pihak, tetapi juga bukti ketangguhan seorang SF Haryanto.

Setidaknya, ingatan publik Riau masih membekas dengan jejak-jejak digital seputar gaya hidup keluarga SF Haryanto saat masih menjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Riau yang dinilai jauh dari dialektika cerminan Melayu: sederhana, adem, dan religius.

Sebuah ironi pun kembali mengemuka. Klimaksnya, persis sebelas bulan sebelum melantik SF Haryanto, Tito Karnavian sesumbar kepada pers:

"Saya telah memerintahkan Inspektorat memeriksa Sekda Riau, SF Haryanto," katanya sambil menyinggung berita viral putri SF Haryanto yang merayakan ulang tahun di hotel berbintang-5 dengan sedotan uang senilai kisaran Rp 500 juta.

Merespons berita viral hedonisme putrinya kala itu, SF Haryanto berujar enteng, "Hanya ulang tahun di ruko, bukan di hotel mewah." Padahal, media-media profesional yang mengabarkan acara ulang tahun putrinya diselenggarakan dengan acara wah di Ritz Carlton Hotel, Jakarta. Heboh. Hedonisme pun menjadi viral di berbagai media.

Namun, perbincangan hedonisme itu pun akhirnya seperti banjir bandang doang, hanya sekejap. Lantas, pemberitaan pun langsung sepi. Menyusul pemeriksaan di Inspektorat Kemendagri, tiba-tiba senyap.

Serangan kembali muncul. Kali ini, tentang dugaan plesiran dan flexing istrinya saat berlibur ke luar negeri. Tuduhan pihak anti-hedonis menyasar tas pribadi yang ditenteng oleh sang istri dengan merek "Hermes" yang harganya ditaksir mencapai Rp 650 juta. Tak hanya menuai berita viral, malah vulgar, hingga institusi Anti-Rasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), segera beraksi.

SF Haryanto dan istrinya dipanggil oleh KPK. Mereka dimintai klarifikasi seputar gaya hidup supermewah mereka. Pers pun kembali heboh sejagad.

SF Haryanto dengan remeh menyebutkan bahwa tas yang dipakai istrinya hanya barang KW yang dibeli di Kawasan Mangga Dua, Jakarta. "Hanya barang kawe, harganya juga cuma dua jutaan. Tetapi, karena istri saya yang memakai, banyak orang mengira barang mewah. Coba kalau wartawan yang memakai, barangnya pasti dianggap murahan," katanya menohok telinga wartawan.

Gaya bicara SF Haryanto tidak hanya dianggap melakukan pembohongan publik atas komentarnya itu, tetapi salah satu organisasi pers melaporkannya ke Polda Riau atas penghinaan terhadap wartawan.

Namun, SF Haryanto memang piawai. Baik ihwal pemanggilan KPK, maupun laporan ke Polda Riau, ujung-ujungnya, kembali menjadi sepi.

Padahal, media berita sekelas Kompas.Com, perlu membentuk Tim Investigasi untuk mengungkap fakta di balik dugaan klarifikasi hoax itu.

Seperti diberitakan kemudian, investigasi jurnalis yang menyisir toko-toko penjualan tas KW itu mengungkap informasi bertolak belakang dengan klarifikasi SF Haryanto. Ketua Umum Relawan Indonesia Bersatu, Lisman Hasibuan, melaporkan SF Haryanto ke Bareskrim Mabes Polri atas dugaan melakukan pembohongan publik. Begitu seru, begitu gegap gempita. Dari maraknya pemberitaan Media On-Line hingga ambisi para Content Creator di Channel-Channel YouTube. Wajah SF Haryanto beserta istri dan putrinya terpromosi gratis.

Dari dunia Medsos beranjak ke demo Komunitas Melayu Anti-Hedonis, semarak popularitas putri & istri Sekda Riau. Ramai banget. Sayangnya, ending-nya: lenyap.

Akumulasi masalah tuduhan hedonis dan flexing inilah yang kemudian membuat Lembaga Laskar Melayu Bersatu (LLMB) menolak pengusulan SF Haryanto menjadi Pejabat Gubernur Riau. Malah, pimpinan Komunitas Melayu Riau yang mengutamakan marwah itu mengancam akan melakukan aksi demo setiap pekan andai SF Haryanto disetujui menjadi Pejabat Gubernur Riau. Namun, gema ancaman komunitas masyarakat Riau itu tidak sampai ke istana.

Tanggal 29 Februari 2024, semua riak protes dan berita viral tentang tuduhan hedonisme itu mewujud jadi resistensi saat SF Haryanto dilantik jadi Pejabat Gubernur Riau. Tampaknya, gaya hidup hedon justru menjadi kekuatan, "The Power of Hedonisme".

Pelantikan itu sekaligus mencatat sejarah baru dalam perebutan kursi Gubernur Riau sepanjang provinsi ini berdiri. "Tahun inilah Pejabat yang menduduki 'Kursi' Gubernur muncul dari keluarga yang dituduh menganut hedonisme," ungkap seorang politisi senior.

Lantas, bagi jurnalis, apa yang urgen dilakukan? Kesatu, mereka harus memahami bahwa gejala awal dari dugaan korupsi mengemuka dari gaya hidup. Hedonisme adalah salah satu buah dari korupsi.

Bagi jurnalis yang masih setia pada profesi yang kewenangannya diberi undang-undang untuk melakukan kontrol dan mendorong penegakan supremasi hukum, semoga terpanggil untuk mengawasi aktivitas pembangunan di Riau.

Kedua, jurnalis harus melakukan investigasi secara intensif pada rute perjalanan jabatan para eksekutif ini di masa silam, yanselalu bersentuhan dengan sumber-sumber dana publik melalui pendanaan proyek. Tahun ini, APBD Riau, berada di atas angka Rp 11 triliun. Angka fantastis dari keringat rakyat itu sangat menggiurkan untuk flexing rutin dan melanggengkan hedonisme.

by Wahyudi El Panggabean



TerPopuler